TUGAS.1 ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
NAMA : MEGA SILVYA EKA NILASARI
NPM : 24210314
KELAS : 2 EB 21
Pengertian
Hukum Perikatan
Perikatan
dalam bahasa Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih
umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini
berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang
mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli
barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya
seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak
rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang
mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk
undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’.
Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain
itu disebut hubungan hukum.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber
adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi
undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar
dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang,
timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang
sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
.Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang
letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai
kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625
KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik
pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah
dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan
kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio
naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan
keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi
bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela
ASAS-ASAS HUKUM
PERIKATAN
Dalam hukum perjanjian dapat dijumpai
beberapa asas penting yang perlu diketahui. Asas- asas tersebut adalah seperti
diuraikan dibawah ini:
1) system terbuka (open system), setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam Undang-undang. Sering disebut asas kebebasan bertindak.
2) Bersifat perlengkapan (optional), artinya pasal-pasal undang-undang boleh disingkirkan, apabila pihak yang membuat perjanjian menghendaki membuat perjanjian sendiri.
3) Bersifat konsensual, artinya perjanjian itu terjadi sejak adanya kata sepakat antara pihak-pihak.
4) Bersifat obligatoir, artinya perjanjian yang dibuat oleh pihak- pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik.
1) system terbuka (open system), setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam Undang-undang. Sering disebut asas kebebasan bertindak.
2) Bersifat perlengkapan (optional), artinya pasal-pasal undang-undang boleh disingkirkan, apabila pihak yang membuat perjanjian menghendaki membuat perjanjian sendiri.
3) Bersifat konsensual, artinya perjanjian itu terjadi sejak adanya kata sepakat antara pihak-pihak.
4) Bersifat obligatoir, artinya perjanjian yang dibuat oleh pihak- pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik.
WANPRESTASI
Apabila si berhutang (debitur) tidak
melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya, maka dikatakan bahwa ia
melakukan “wanprestasi”. Ia adalah “alpa” atau “lalai” atau “bercidra-janji”.
Atau juga ia “melanggar perjanjian”, yaitu apabila ia melakukan atau berbuat
sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Perkataan “wanprestasi” berasal dari
bahasa Belanda, yang berarti prestasi yang buruk.
Wanprestasi seorang debitur dapat berupa
empat macam :
a. Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. Melakukan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan
apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d. Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur
yang lalai tadi ada empat macam, yaitu :
Pertama :
membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi.
Kedua :
pembatalan perjanjian atau juga dinamakan “pemecahan” perjanjian.
Ketiga :
peralihan risiko.
Keempat :
membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di muka hakim.
CARA-CARA HAPUSNYA SUATU PERIKATAN
Pasal 1381 Kitab UU Hukum Perdata menyebutkan
sepuluh cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut :
1. Pembayaran
Nama “pembayaran” dimaksudkan setiap
pemenuhan perjanjian secara suka rela.
Dalam arti yang sangat luas ini, tidak saja pihak pembeli membayar uang harga
pembelian, tetapi pihak penjualpun dikatakan “membayar” jika ia menyerahkan
atau “melever” barang yang dijualnya. Yang wajib membayar suatu utang bukan
saja si berhutang (debitur) tetapi juga seorang penanggung hutang (“borg”).
Si debitur tidak boleh memaksa krediturnya
untuk menerima pembayaran hutangnya sebagian demi sebagian, meskipun hutang itu dapat
dibagi-bagi.
“pembayaran harus dilakukan di tempat yang
ditetapkan dalam perjanjian, jika dalam
perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran yang mengenai suatu
barang tertentu, harus dilakukan di tempat di mana barang itu berada sewaktu
perjajian dibuat.
2. Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus
dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran.
3. Pembaharuan
hutang
4. Perjumpaan
hutang atau kompensasi
Ini dalah suatu cara penghapusan hutang
dengan jalan memperjuangkan atau memperhitungkan hutang-pihutang secara bertimbal
balik antara kreditur dan debitur. Jika dua orang saling berhutang satu lain
maka terjadilah antara mereka satu perjumpaan dengan mana antara kedua orang
tersebut dihapuskan.
5. Percampuran
hutang
Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang
(kreditur) dan orang yang berhutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka
terjadilah demi hokum suatu percampuran hutang dengan mana utang piutang itu
dihapuskan.
6. Pembebanan
hutang
Teranglah, bahwa apabila si berpihutang
dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari si berhutang dan
melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian , maka perikatan –
yaitu hubungan hutang-piutang – hapus, perikatan ini hapus karena pembebasan.
Pembebasan sesuatu hutang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.
7. Musnahnya
barang yang terhutang
Jika barang tertentu yang menjadi obyek dari
perjanjian masalah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sedemikian
hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah
perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang diluar kesalahan si berhutrang
dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
8. Kebatalan/pembatalan
Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan
syarat subyektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Secara
aktif
b. Secara
pembelaan
9. Berlakunya
suatu syarat batal dan
Suatu perikatan yang nasibnya digantungkan
pada suatu peristiwa yang masih akan dating dan masih belum tentu akan terjadi.
Baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa tadi,
atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau terjadinya peristiwa
tersebut.
10. Lewatnya
waktu
Menurut pasal 1946 Kitab UU Hukum Perdata,
yang dinamakan “daliuwarsa” atau “lewat waktu” ialah suatu upaya untuk
memperoleh sesuatu atau untuk dibebankan dari suatu upaya untuk memperolah sesuatu atau dibebankan dari
suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang.
Sumber-sumber:
4. E-book
Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar