Kamis, 28 April 2011

PENDAPATAN NASIONAL DAN KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA BARAT



           Pendapatan Nasional  di Provinsi Jawa Barat. Kehutanan merupakan pendapatan nasional yang memiliki peruntuan bagi negara dan lingkungan sekitar. Neraca pendapatan nasional menunjukkan tinggi rendahnya tingkat pendapatan nasional suatu negara, kehutanan termasuk salah satu sub-sektor perekonomian di dalam sektor pertanian. Nilai tambah yang diciptakan sektor kehutanan merupakan perbedaan nilai suatu barang/jasa yang timbul sebagai akibat suatu kegiatan produksi dan/atau distribusi hasil hutan. Produksi sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif berupa kayu hutan, rotan, daun, buah dll. Dan dapat pula berupa produk non-ekstraktif seperti rekreasi dan wisata hutan lainnya. Yang terakhir di analisis datanya perkembangan nilai nominal PDB sektor kehutanan dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2005 pada pertumbuhan PDB Kehutanan Berdasarkan Nilai Nominal. PDB sektor kehutanan pada tahun 1993 yang nilai nominalnya kurang dari Rp 15 Trilyun, sepuluh tahun kemudian pada tahun 2003 telah meningkat lebih dari dua kali lipat mendekati angka Rp 35 Trilyun. Apabila diambil angka rata-rata maka PDB sektor kehutanan atas dasar nilai nominal mengalami peningkatan sekitar cukup besar sekitar 20% pertahun. Peningkatan nilai nominal yang besar ini tidak dapat secara langsung ditafsirkan dengan semakin membaiknya kinerja sektor kehutanan karena peningkatan nilai nominal PDB (dalam rupiah) selain dipengaruhi oleh besaran output juga sangat dipengaruhi oleh nilai tukar (moneter) dan inflasi. Kontribusinya terhadap PDB peran (sub) sektor kehutanan justru cenderung mengalami penurunan.
  
            Sejak Tahun 2002 kontribusi kehutanan terhadap PDB berpotensi naik karena berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2002 disebutkan bahwa pengelolaan kegiatan industri yang mengolah hasil hutan seperti industri kayu lapis, industri kayu gergajian, dan veneer dialihkan ke Departemen Kehutanan dari Departemen Perindustrian. Namun ternyata walaupun kontribusi sektor industri pengolahan produk primer kehutanan itu ditambahkan kepada kontribusi sektor kehutanan pada PDB Indonesia, angkanya masih saja tetap relatif kecil bila dibandingkan dengan kontribusi sektor-sektor lain terhadap PDB nasional. Dilihat dari sumbangan sektor kehutanan pada PDB sejak tahun 1993 sampai dengan 2005 tampak bahwa peranan sektor kehutanan dalam pembentukan PDB Indonesia terus menurun dari waktu ke waktu. Rendahnya nilai kontribusi kehutanan terhadap PDB adalah contoh konkrit dari perhitungan PDB konvensional yang bias. Oleh karena itu, selain mendesakkan pentingnya menyajikan nilai PDB Hijau sebagai neraca pendamping, hal yang tidak kalah penting adalah memberikan pemahaman bahwa angka PDB bukan satu-satuya tolok ukur kuat atau lemahnya peran suatu sektor dalam pembangunan nasional.

            Dari data di Provinsi Jawa Barat di Daerah Banten Tahun 2010 terakhir. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Banten pada bulan Maret 2010 sebesar 758.163 orang (7,16 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2009 yang berjumlah 788.067 orang (7,64 persen), jumlah penduduk miskin turun sebesar 29.904 orang. Selama periode Maret 2009 - Maret 2010, penduduk miskin di daerah perdesaan naik sebanyak 539 orang, sedangkan di daerah perkotaan turun sebesar 30.443 orang. Namun demikian pada periode yang sama terjadi penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Ini mengindikasikan bahwa secara rata-rata, pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan, demikian juga dengan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin menyempit.


 
Sumber :