Nama :
Mega Silvya Eka Nilasari
NPM :
24210314
Kelas :
4EB21
Dosen :
Evan Indrajaya
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kemajuan ekonomi suatu
negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong munculnya pelaku bisnis baru
sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam di dalam dunia bisnis. Hampir
semua usaha bisnis betujuan untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya (profit-making) agar dapat meningkatkan
kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang
untuk mencapai tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan. Walaupun pelaku
bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi
moral dan etika dari bisnis itu sendiri.
Bisnis dapat menjadi sebuah
profesi etis apabila ditunjang dengan menerapkan prinsip-prinsip etis untuk
berbisnis. Prinsip-prinsip etis dalam berbisnis adalah merupakan suatu hukum
yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai dengan
sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis
tersebut. Dalam prinsip ini terdapat tata cara ideal dalam pengaturan dan
pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas ini dapat menunjang
maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Berdasarkan pernyataan di
atas, maka kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis profesi. Kode
etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus
diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi, etika akuntan harus
lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak
akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses
pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis, dengan berdasarkan
kepentingan banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan didasarkan
pada beberapa pihak tertentu saja. Karena itu, bagi akuntan, prinsip akuntansi
adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik dalam akuntansi pun
menjadi barang wajib yang harus mengikat profesi akuntan.
Dalam etika profesi, sebuah
profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam
bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengembangkan
profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan
atau mengemban profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang
harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut Chua dkk (1994)
menyatakan bahwa etika professional juga berkaitan dengan perilaku moral yang
lebih terbatas pada kekhasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan
pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan
seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika profesional (Agnes, 1996).
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam etika profesi akuntansi adalah
akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo
dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada
dasarnya untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi.
Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik ini yaitu Pertama, kode etik
bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik
secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua, kode etik
bertujuan melindungi keluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk
orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
1. KODE
ETIK PROFESI AKUNTANSI
Etika profesi akuntan di
Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para
anggota IAI dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum
menjadi anggota IAI. Di Indonesia, penegakkan kode etik dilaksanakan
sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer
Review Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen
Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi-IAI, Departemen Keuangan RI dan
BPKP. Selain enam unit organisasi di atas, pengawasan terhadap kode etik juga
dilakukan oleh para anggota dan pemimpin KAP.
Kode etik akuntan merupakan
norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para klien,
antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode
etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha,
pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika
profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi
Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000).
Prinsip perilaku
profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan
dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan. Prinsip
etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tanggung Jawab
profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
Sebagai
profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan
peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja
sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan
Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu
profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan
memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan
yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis
secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan
jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi
akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan
dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika
yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota
mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang
diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu
elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas
merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)
bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap
anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitas adalah suatu
kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam
berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam
berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi,
perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan
keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja
dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan
pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk
kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang
paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti
bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh
melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan
dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan,
pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang
harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan
profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan
didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban
untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa
berakhir.
7. Perilaku
Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota
sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar
Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.
Standar teknis dan standar
professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia, Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
2. RUU DAN KODE
ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Untuk mengawasi akuntan
publiK, khususnya kode etik, Departemen Keuangan (DepKeu) mempunyai aturan
sendiri yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17 Tahun 2008 yang mewajibkan
akuntan dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP (Standar
Profesi Akuntan Publik) dan kode etik. SPAP dan kode etik diterapkan oleh
asosiasi profesi berdasarkan standar Internasional. Misalkan dalam auditing,
SPAP berstandar kepada International Auditing Standart.
Laporan keuangan mempunyai
fungsi yang sangat vital, sehingga harus disajikan dengan penuh tanggung jawab.
Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun rancangan Undang-undang tentang Akuntan
Publik dan RUU Laporan Keuangan. RUU tentang Akuntan Publik didasari
pertimbangan untuk profesionalisme dan integritas profesi akuntan publik. RUU
Akuntan Publik terdiri atas 16 Bab dan 60 Pasal , dengan pokok-pokok mencakup
lingkungan jasa akuntan publik, perijinan akuntan publik, sanksi administratif,
dan ketentuanpidana.
Sedangkan
kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations of
Accountants (IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan
hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber
IFAC. Jadi tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kode etik SAP dan
IFAC.
Adopsi etika oleh Dewan
SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak jago kandang.
Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi
adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan
standar harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara
konsisten untuk kepentingan publik.
Seorang anggota IFAC dan
KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan
dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaaan aturan dan
pedoman beberapa daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau
perundang-undangan.
Akuntan tidak independen
apabila selama periode Audit dan periode Penugasan Profesioanalnya, baik
Akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam KAP memberikan
jasa-jasa non-audit kepada klien, seperti pembukaan atau jasa lain yang
berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem informasi keuangan, aktuaria
dan audit internal. Konsultasi kepada kliennya dibidang itu menimbulkan
benturan kepentingan.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang yang
telah dipaparkan di atas, maka pembahasan dalam makalah
ini disajikan dalam bentuk contoh kasus pelanggaran kode etik profesi akuntansi
yakni kasus dari Akuntan Publik, Drs. Petrus M. Winata.
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini
ialah menunjukkan bagaimana menjalankan profesi dalam dunia bisnis dengan
cara yang beretika. Selain itu juga bagaimana menghasilkan akuntan –
akuntan yang profesional, jujur, bertanggungjawab, dan beretika
dalam menjalankan profesinya sesuai dengan Kode Etik Akuntan
Indonesia.
Loeb (1988) dan
Hiltebeiltel dan Jones (1992) mengemukakan tujuan pendidikan etika dalam bidang
akuntansi adalah:
1. Menghubungkan
pendidikan akuntansi kepada persoalan-persoalan etis.
2. Mengenalkan
persoalan dalam akuntansi yang mempunyai implikasi etis.
3. Mengembangkan
suatu perasaan kewajiban atas tanggung jawab moral.
4. Mengembangkan
kemampuan yang berkaitan dengan konflik etis.
5. Belajar
menghubungkan dengan ketidakpastian profesi akuntansi.
6. Menyusun
tahapan untuk suatu perubahan dalam perilaku etis.
7. Mengapresiasikan
dan memahami sejarah dan komposisi seluruh aspek etika akuntansidan hubungan
terhadap bidang umum dan etika.
BAB II
PEMBAHASAN
Kasus 1
Enam
Emiten Melanggar Ketentuan Pasar Modal
Kegiatan illegal keenam emiten
tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Keenam emiten tersebut adalah: PT Daya Guna Samudra Tbk (PT DGS), PT Bintuni
Minaraya Tbk (PT BMR), PT Super Mitory Utama Tbk (PT SMU), PT Dharmala Sakti
Sejahtera Tbk (PT DSS), PT Semen Cibinong Tbk (PT SC), dan PT Bakrie Finance
Corporation Tbk (PT BFC).
Wajar jika Bapepam memproses
kegiatan keenam emiten ini. Pasalnya, semakin banyak pengaduan dari pemodal
dari dalam dan luar negeri yang telah dirugikan oleh keenam emiten tersebut.
Melanggar
prinsip keterbukaan
Selain
PT SC, lima dari keenam emiten tersebut telah melanggar prinsip keterbukaan di
pasar modal. Kelimanya tidak menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan periode 31
Desember 1999 tepat pada waktunya.
Keterlambatan
menyampaikan laporan lima emiten ini agaknya terkait dengan ketidakberesan
dalam laporan keuangan. Atas kelalaiannya, kelima emiten ini mendapatkan sanksi denda dan sanksi administratif.
Sanksi ini disebutkan dalam siaran pers yang ditandatangani oleh Ketua Bapepam
Herwidiyatmo pada Kamis (31/8).
Selain itu, PT DGS dan PT BMR juga
terbukti tidak melaporkan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat
informasi material berupa tidak tertagihnya piutang alihan yang menyebabkan
timbulnya kewajiban kepada PT Bank Mandiri (Persero)/Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN). Total kewajiban keduanya senilai AS$87,3 juta.
Prinsip keterbukaan itu diatur
dalam Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Di
dalam ketentuan tersebut diatur bahwa prinsip keterbukaan adalah pedoman umum
yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk dengan
undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam
waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang
dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau
harga dari efek tersebut.
Transaksi mengandung benturan
kepentingan
Sementara itu, selain melanggar
prinsip keterbukaan, ditemukan adanya transaksi yang mengandung benturan
kepentingan pada PT SMU dan PT DSS.
Pada kasus PT SMU, transaksi yang
mengandung benturan kepentingan tersebut berupa perjanjian pembayaran utang
(novasi) antara PT SMU dengan PT Multikarsa Investama. Transaksi itu tidak
dilakukan sesuai dengan Peraturan Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan
Transaksi Tertentu.
Sementara itu pada kasus PT DSS,
benturan kepentingan terjadi atas transaksi PT DSS dengan PT Dharmala Inti
Utama. Transaksi tersebut tidak pernah dimintakan persetujuan pemegang saham
independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut
ketentuan Peraturan Nomor IX.E.1, sebelum diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam
Nomor Kep-32/PM/2000, benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan
ekonomis Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris,
atau pemegang saham utama Perusahaan.
Setelah
diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam tersebut, benturan kepentingan juga
mencakup perbedaan kepentingan ekonomis perusahaan dengan pihak terafiliasi
dari direktur, komisaris atau pemegang saham utama.
Melanggar prinsip
akuntansi yang berlaku umum
Selain
pelanggaran-pelanggaran di atas, Bapepam juga mencatat adanya pelanggaran
terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pelanggaran itu berupa tidak
berhati-hati dalam menentukan pengakuan pendapatan bunga sebesar
Rp133.000.000.000 dalam laporan keuangan per 30 September 1999 yang dilakukan
PT BFC.
Sementara
itu, pelanggaran yang dilakukan PT SC adalah tidak berhati-hati dalam mengelola
keuangan perseroan, khususnya berkenaan dengan penempatan dana jangka pendek
atau investasi lain-lain sebesar AS$250 juta. Ketidakhati-hatian tersebut
berpengaruh pada kelangsungan hidup perseroan dan menyebabkan auditor tidak
memberikan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Konsolidasi 31
Desember 1999.
Prinsip
akuntansi yang berlaku umum diatur dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor
8 Tahun 1995. Di dalam ketentuan tersebut diatur bahwa laporan keuangan yang
disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Di
dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) tersebut dinyatakan bahwa prinsip akuntansi yang berlaku umum
adalah Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
dan praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar Modal.
Selain
itu, di dalam ayat (2) pasal tersebut diatur bahwa Bapepam dapat menentukan
ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal. Pengaturan tersebut diberikan
apabila belum mencakup hal-hal yang dibutuhkan di pasar modal. Misalnya dalam
rangka memenuhi asas keterbukaan, Bapepam dapat menetapkan ketentuan mengenai
hal tersebut secara khusus untuk melindungi kepentingan publik.
Kasus
2
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menuntut Ahmad Fathanah dalam kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging
sapi selama 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta susider 6 bulan
kurungan penjara. Kemudian dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang,
Fathanah dituntut 10 tahun penjara dan dena Rp 1 miliar subsider 1 tahun 6
bulan kurungan.
"Meminta majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa hukuman 7 tahun 6 bulan penjara ditambah
denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Menyatakan terdakwa tebukti
melakukan tindak pidana pencucian uang," ujar Jaksa Rini Triningsih saat
membaca tuntutan Fathanah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin
(21/10/2013).
Teman dekat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Luthfi Hasan Ishaaq itu dianggap terbukti bersama-sama Luthfi menerima uang Rp
1,3 miliar dari Direktur PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor
daging sapi. Jaksa
juga menganggap Fathanah terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan
menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membayarkan, dan membelanjakan harta
kekayaan yang nilainya mencapai Rp 38,709 miliar.
"Terdakwa pada Januari 2011 sampai Januari 2013
melakukan tindak pidana pencucian uang sebanyak Rp 38,709 miliar dari beberapa
perbuatan," kata Ronald Worotikan. Dalam hal ini, Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang
memberatkan Fathanah yaitu perbuatannya dianggap berdampak buruk pada peternak
lokal. Kemudian Fathanah alias Olong juga pernah melakukan tindak kejahatan di
Australia. Adapun hal-hal yang meringankan yaitu Fathanah berlaku sopan selama
persidangan dan memiliki tanggungan keluarga.
Komentar:
Kasus
suap ini seharusnya tidak boleh terjadi. Sebaiknya setiap pengusaha, pejabat,
para akuntan, dan lain-lain memiliki pengetahuan, pemahaman dan menerapkan
etika secara mendalam dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Pekerjaan
seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan
sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Kemampuan seorang
profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Pada kasus ini prinsip-prinsip
etika yang dilanggar antara lain yaitu:
a. Prinsip
Integritas : Kasus yang dilakukan oleh Ahmad Fathanah dapat dikatakan
tidak adil dan jujur dalam melaksanakan tugasnya.
b. Prinsip
perilaku profesional : Ahmad Fathanah tidak konsisten dalam menjalankan
tugasnya sebagai pejabat PKS yang telah melanggar etika profesi.
c. Prinsip
standar teknis : Ahmad Fathanahtidak mengikuti undang-undang yang berlaku
sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan
standar profesional yang relevan
Kasus
3
Muchtar
Muis, mantan Wakil Bupati Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi dituntut empat
tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam sidang tindak pidana korupsi
(tipikor) di Pengadilan Negeri Jambi, Senin (21/10).
Jaksa
menyatakan Muchtar Muis bersalah dalam kasus korupsi pembangunan jaringan dan
pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang merugikan APBD Pemkab Muarojambi
sebesar Rp 4,5 miliar Tahun 2004 silam.
Muchtar
Muis bertahun-tahun tidak tersentuh proses hukum dalam kasus korupsi gara-gara
masalah izin Presiden yang tidak kunjung sampai ke Jambi, juga diganjar jaksa
untuk membayar denda sebesar Rp 200 juta, subsidair enam bulan penjara.
Menurut
catatan Media, dalam kasus korupsi serupa, mantan Bupati Muarojambi As’ad Syam,
dan Sudiro Lesmana, kontraktor asal Jakarta yang diberi kepercayaan mengerjakan
proyek senilai Rp14 miliar tersebut sudah menjalani hukuman semenjak 2009 lalu,
masing-masing empat tahun dan enam tahun penjara.
Menanggapi
tuntutan JPU tersebut, di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Eliwarti SH,
Muchtar Muis akan memberikan pembelaan pada sidang lanjutan 28 Oktober 2013
pekan depan. (Solmi)
Kasus 4
Anggota
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan kasus korupsi pengadaan
simulator SIM yang menyeret mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo
menunjukkan kegagalan pengawas internal (paminal) Polri dalam menjalankan
tugasnya.
"Dalam
kasus ini, pengawas internal seolah tidak melaksanakan fungsinya. Kami harap
ini tidak terjadi lagi," kata anggota Kompolnas Hamidah Abdurrahman di
Jakarta, Rabu. Dia
mengharapkan ke depan proses tender pengadaan barang dan jasa di internal Polri
bisa berjalan secara transparan. "Proses
pengadaan barang dan jasa harus bisa akuntabel oleh lembaga pengawas internal
yang profesional," katanya. Oleh
karena itu, menurut dia pengawasan di tubuh Polri perlu lebih ditingkatkan.
Pada
Selasa (3/9),terdakwa kasus korupsi pengadaan "driving"
simulator uji klinik pengemudi roda dua dan empat tahun anggaran 2011, mantan
Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Pol Djoko Susilo divonis 10 tahun penjara.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Meskipun sudah banyak
aturan dan kode etik yang disusun baik itu oleh DepKeu dan IAI, tetapi masih
banyak juga kasus pelanggaran yang terjadi yang dilakukan oleh para akuntan
terkait dengan kode etik tersebut. Memang saat ini belum ada akuntan yang
diberikan sangsi berupa pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan
akibat melanggar kode etik dan standar profesi akuntan, tetapi bukan
berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya. Setiap orang yang
memegang gelar akuntan, wajib menaati kode etik dan standar akuntan, utamanya
para akuntan publik yang sering bersentuhan dengan masyarakat dan kebijakan
pemerintah. Etika yang dijalankan dengan benar menjadikan sebuah profesi
menjadi terarah dan jauh dari skandal.
Oleh karena itu, setiap
akuntan sewajibnya memegang teguh prinsip – prinsip dalam kode etik
profesi akuntansi. Kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada para
pelakunya masing - masing, yaitu di dalam hati nuraninya.
Jika setiap akuntan mempunyai integritas tinggi, dengan sendirinya
dia akan menjalankan prinsip kode etik dan standar akuntan dalam setiap
tugas dan pekerjaan yang dilakukannya.
Demikianlah salah satu hal
yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggungjawab dalam
bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab akuntan
profesional bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi
kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang harus menaati dan
menerapkan aturan etika dari kode etik.
Berbagai kasus pelanggaran
etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan,
pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai – nilai moral dan etika secara
memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Oleh karena itu terjadinya
berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya memberi kesadaran
kepada setiap akuntan untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan
pekerjaan profesi akuntansi.
B. SARAN
Sangat
diharapkan kepada Departemen Keuangan dan Pengurus IAI untuk lebih
tegas dalam memberikan tindakan kepada setiap akuntan yang melanggar kode etik
profesi akuntansi agar prinsip – prinsip dan kode etik
akuntansi yang telah ada itu benar – benar dipatuhi dan dijadikan
pedoman oleh setiap akuntan dalam menjalankan profesinya,
demikian sanksi – sanksi yang telah dibuat agar benar –
benar dijalankan tanpa pandang bulu.
Diharapkan juga kepada
setiap akuntan pendidik agar dapat mengajar dan mendidik para mahasiswa agar
kelak dapat melahirkan akuntan – akuntan muda yang berkualitas dan profesional
dalam menjalankan profesi sebagai akuntan.
Dan sebagaimana telah
disebutkan diatas bahwa kekuatan dalam kode etik profesi
itusendiri terletak pada para pelakunya masing - masing, yaitu di
dalam hati nuraninya. Jadi, ajaran dan didikan dari dosen sangatlah
tidak berarti tanpa disertai kesadaran dari para mahasiswa sendiri untuk belajar
dari setiap kasus yang ada dan mempersiapkan diri menjadi seorang akuntan yang
profesional dan tentunya taat pada kode etik profesi akuntansi yang telah
ditetapkan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA